Minggu, 29 November 2015

Pengabdian Bidan Desa

Lelah bekerja seharian kadang sudah tidak terasa. Ketika ada panggilan untuk menolong persalinan didesa. Walaupun dalam keadaan sakit atau cuaca sedang hujan. Bidan desa harus menolong ibu yang akan bersalin. Merasa ini adalah suatu kewajiban hingga tak ada alasan sepertinya untuk menolak.
Pagi, siang, malam, tengah malam kadang subuh waktu berkerja mereka 24 jam. Kapan pun panggilan untuk menolong persalinan, dimana pun harus siap membantu.
Tak tanggung-tanggung, bertaruh menyelamatkan dua nyawa. Ibu dan anak yang dikandung. Ketika dua nyawa itu tertolong dengan selamat. Betapa bersyukurnya mereka kepada Allah yang telah memberikan segala kemudahan.

7 hari yang lalu (20/11/2015), kami mendengar berita duka dari pedalaman kalimantan barat. Teman seprofesi meninggal dunia setelah membantu persalinan 2 orang ibu didesa tempat ia mengabdi. Desa Darit, Kecamatan Manyuke, Kabupaten Landak. Bidan Anik Setya Indah namanya.
Bidan baik hati ini, selalu ringan tangan membantu. Selalu tulus dalam tugasnya. Bidan Anik meninggal karena solusio plasenta yaitu lepasnya plasenta dari dinding rahim. Begitu diagnosa medis dari RSUD Landak tempat ia dirujuk. Bidan Anik sedang hamil delapan bulan saat meninggal dunia. Sedih, kehilangan, dan bangga atas perjuangannya.

Berita belasungkawa di koran Tribun Pontianak
Kadang kala kami abai dengan kesehatan kami sendiri. Padahal nyawa kami juga dipertaruhkan saat pulang dan pergi membantu persalinan di rumah warga. Jalan bebatuan, licin, berlumpur, sungai, arus dan sebagainya adalah medan yang harus kami lalui. Tapi sekali lagi, Kewajiban kami membantu kelahiran generasi penerus bangsa. Kami tak boleh mengeluh.
Sumpah jabatan sudah digaungkan. Kontrak tugas sudah di tandatangani, siap bertugas dimana pun. Desa biasa, terpencil atau pun sangat terpencil. Berstatus tenaga tetap atau tenaga tidak tetap (PTT).
Harus Menyeberangi sungai untuk sampai didesa binaan
Namun ada senang yang teramat besar dihati kami. Saat bayi yang kami tolong tumbuh besar dan sehat. Ketika Ibu mereka mengenalkan kepada mereka bahwa kami adalah bidan yang membantu kelahirannya. Senyum manis mereka membayar lelah diraga dan jiwa kami. Berharap terus memberikan pelayanan terbaik bagi warga, walaupun jasa yang dibayar tidak seberapa. Semoga Allah membalas keiklasan hati kami dalam bekerja. Bahkan beberapa kali jasa kami tak dibayar warga. Entah mereka lupa atau sengaja melupakan betapa penatnya kami. Namun kami terus tersenyum, terus melayani dengan suka cita.



11 komentar:

  1. ikut berduka , salut dg orang-orang yg mau mengabdikan diri di daerah terpencil

    BalasHapus
  2. Sedih banget :( pengabdian itu kayaknya nggak ada yang mudah mbak! Apalagi kalo di daerah terpencil yang jauh dari sanak saudara

    BalasHapus
  3. Terharu banget Mbak baca paragraf terakhir :'D

    BalasHapus
    Balasan
    1. itu pengalaman pribadi saya mbk. Hehehe
      Hanya senyum manis dan pelayanan terbaik yang bisa kami berikan

      Hapus
  4. Ortuku juga dulu mengabdi di desa terpencil. Minim fasilitas n sering dibayar hny dgn buah n sayur. Banyak lika liku n suka duka. Kakakku pernah lemas tenggelam di sungai. Ibuku hbs melahirkan adikku trus pendarahan dibawa ke kota naik perahu kecil...semoga selalu ikhlas dan diberkahi Allah ya mbak pengabdiannya di daerah terpencil

    BalasHapus
  5. Saya berterima kasih pada Bidan (saya melahirkan dengan bidan) di kota Sampit. Sabar sekali, hingga melahirkan norma. Coba jaman sekarang kali saya sdh operasi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Masih banyak juga bidan jaman sekarang yang sabar mbk. Hehehe
      Tapi kalau kondisi memang tak memungkinkan untuk normal, kami harus mengambil langkah untuk merujuk hingga harus dilakukan operasi sesar. tentunya dengan alasan keselamatan ibu dan bayi didalam kandungan

      Hapus
  6. Iya nih sempet terharu dan takjub banget dengan kisahnya bidan anik, sampe kehilangan bayinya bahkan nyawanya sendiri demi menjalani tugasnya untuk membantu ibu2 lain yang akan melahirkan.. :(
    Duh mbak masa tega bgt sih ampe bisa ga bayar ya?
    Hmm semoga rejekinya digantikan dgn yg lebih banyak mbak :) semangat...
    Saya salut dgn kalian...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya begitulah mbk. Kami kadang harus mengerti kondisi keuangan pasien, tp pasien kadang tidak mengerti bahwa jasa kami perlu di hargai. Tapi kami iklas. Semoga Allah menggantinya dgn yg lebih baik. Aamiin

      Hapus